Mewaspadai Kehancuran Indonesia
Indonesia
sudah rapuh. Negara yang sangat kaya akan budaya serta keyakinan tak
sepantasnya menjadi rapuh dan mudah di hancurkan. Tentu kita tak mau nasib yang
sama seperti Suria atau Mesir dengan perang saudaranya menimpa Indonesia.
Indonesia harus introspeksi agar terhindar dari bencana besar tersebut.
Perang
bukan hal yang mustahil terjadi jika kekerasan serta diskriminasi terhadap
sesama warga tetap terjadi. Kelegalan tehadap kekerasan menjadi ancaman
terbesar bangsa ini. Ketidakberanian aparat hukum menjadi indikator lemahnya
perlindungan terhadap warga negara.
Tulisan
menarik Anies Baswesan tentang “Tenun Kebangsaan”, mengajak seluruh rakyat Indonesia
untuk berani melawan siapa saja yang mencoba merobek tenun yang sudah tertata
rapi. Menjaga tetap terjalin keterikatan antar satu dengan lainnya merupakan
harga mati guna menjaga kedamaian serta kerukunan yang sudah menjadi identitas
bangsa ini.
Sejarah
berkata bahwa seluruh bagian indonesia dari Sabang sampai Merauke adalah harga
mati. Presiden pertama kita Bung Karno membuktikan itu, pada 1961 pudatonya untuk
mempertahankan Papua barat menggetarkan bangsa ini, dengan tegas dan tanpa rasa
takut memerintahkan untuk merebut kembali Papua barat dari tangan Belanda.
Mungkin
bukan hanya Bung Karno yang akan menangis jika melihat keadaan Indonesia
menjadi rapuh hanya karna perbedaan yang sejak dulu menjadi kekuatan kita. Karna
bagi mereka Indonesia adalah dari Sabang sampai Merauke.
Jika
perang dan kekerasan masih tetap terjadi karna kelompok satu tidak suka atau
mencap salah kelompok lainnya, tak lama lagi pasti Indonesia hanya akan menjadi
negara penuh konflik. Dan pada akhirnya
kita hanya bisa mempertanyakan posisi undang-undang kebebasan berserikat,
berpikir bahkan kebebasan berkeyakinan. Ditambah penegakan terhadap aturan yang
sudah kita sepakati bersama tersebut kurang.
Pemerintah
sebagai eksekutor, seharusnya lebih bertindak tegas jika ada oknum yang berani merobek
bahan tenun yang seharusnya mempererat kain keberagaman Indonesia. Kita tentu
tidak mau menjadi bangsa yang selalu inkar dengan apa yang sudah dibuatnya,
atau salah satu kebanggaan bangsa ini adalah menjadi seorang yang munafik. Jika
demikian, tentu kita harus bersiap-siap akan kehancuran yang akan menerjang
bangsa ini.

